Close

Not a member yet? Register now and get started.

lock and key

Sign in to your account.

Account Login

Forgot your password?

BERMEGAHLAH DI DALAM TUHAN (1 Kor 1:25-31)

05 Mar Posted by in Uncategorized | Comments

BERMEGAHLAH DI DALAM TUHAN
(1 Kor 1:25-31)

Dalam pembahasan sebelumnya, saya telah menjelaskan mengapa manusia tidak dapat memahami hikmat dan rencana Allah dengan pikirannya sendiri, dan dalam topik ini, saya masih akan menunjukkan alasan mengapa kita tidak bisa memahami hikmat Allah dengan pikiran dan kekuatan kita, sehingga kita mampu bersukacita di dalam Dia.
Dalam 1 Korintus 1:25-31 Paulus berkata, “Sebab yang bodoh dari Allah lebih besar hikmatnya dari pada manusia dan yang lemah dari Allah lebih kuat dari pada manusia. Ingat saja, saudara-saudara, bagaimana keadaan kamu, ketika kamu dipanggil: menurut ukuran manusia tidak banyak orang yang bijak, tidak banyak orang yang berpengaruh, tidak banyak orang yang terpandang. Tetapi apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat, dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti, supaya jangan ada seorang manusiapun yang memegahkan diri di hadapan Allah. Tetapi oleh Dia kamu berada dalam Kristus Yesus, yang oleh Allah telah menjadi hikmat bagi kita. Ia membenarkan dan menguduskan dan menebus kita. Karena itu seperti ada tertulis: “Barangsiapa yang bermegah, hendaklah ia bermegah di dalam Tuhan.”
Dalam ayat 25 Paulus kembali menjelaskan mengapa kita tidak mampu menjangkau hikmat Allah, karena yang bodohdari Allah lebih besar hikmatnya dari manusia. Jika yang bodoh dari Allah lebih berhikmat dari manusia, siapakah kita sehingga mencoba mengetahui pikiran dan rancangan Allah? Jika yang bodoh dari Allah lebih besar hikmatnya dari kita, siapa kita sehingga kita mencoba menasehati dan mengatur Allah?
Mungkin Anda berkata, “Saya tidak pernah menasihati Allah atau mengatur Allah.” Mungkin pendapat Anda itu benar, tetapi coba ingat-ingat kembali, pernahkah Anda mengatakan supaya Allah melakukan “ini dan itu” untuk Anda? Bukankah ini merupakan cara yang paling halus untuk mengatur Allah? Pernahkah Anda berkata, “Seharusnya Allah melakukan ini untuk saya”, atau Anda bertanya, “Mengapa Allah tidak mengabulkan doa saya?” Bukankah ini cara yang paling halus untuk mengatakan bahwa Andalah yang lebih mengetahui apa yang terbaik bagi Anda? Pernahkah Anda menggerutu, ketika Allah seolah-olah lambat menjawab kebutuhan Anda? Bukankah ini sikap yang tidak senang terhadap “kehendak dan keputusan” Allah? Seandainya kita menyadari bahwa yang bodoh dari Allah lebih besar hikmatnya dari kita, maka kita bisa lebih berserah kepada Allah dan tidak berusaha mengatur Allah supaya Dia bertindak sesuai dengan kehendak kita.
Setelah Paulus mengatakan bahwa yang bodoh dari Allah lebih besar hikmatnya dari manusia, Paulus mengajak umat percaya yang di Korintus untuk menoleh ke belakang, melihat diri mereka kembali, ketika mereka terpanggil dalam persekutuan dengan Yesus Kristus. Dalam ayat 26 Paulus mengatakan bahwa ketika mereka terpanggil, sebenarnya tidak banyak dari mereka yang berhikmat, tidak banyak dari mereka yang berpengaruh maupun orang yang terpandang. Ini bukan hanya terjadi pada jemaat di Korintus, tetapi juga bagi murid Yesus yang pertama. Jika kita melihat kedua belas murid yang dipanggil Yesus untuk mengikut Dia, tidak banyak yang terpandang atau orang pintar. Pada umumnya mereka hanyalah seorang nelayan atau penangkap ikan. Tetapi mereka telah menggemparkan pemerintahan Romawi dan para pemuka agama, dengan Injil Yesus Kristus. Ketika hari raya Pentakosta, mereka telah menggemparkan dunia, dimana tiga ribu orang yang percaya kepada Yesus karena pemberitaan mereka. Dan yang luar biasa lagi adalah dari mereka yang percaya itu berasal dari berbagai Negara seperti Partia, Media, Elam, Mesopotamia, Yudea, Kapadokia, Pontus, Asia, Firgia, Pamfilia, Mesir, Libia, Kirene, Roma dan Negara Arab.
Paulus mengajak kita untuk mengingat bagaimana keadaan kita dahulu ketika kita terpanggil. Mungkin ada diantara Anda yang terpanggil memiliki kehidupan yang sangat baik, dan merupakan orang yang terpandang. Namun berapa banyak orang yang demikian. Dalam kehidupan saya pribadi, saya sangat mensyukuri panggilan Allah bagi saya. Saya bukanlah orang yang hebat. Orangtua kamipun bukan termasuk salah seorang keluarga terpandang di kota kelahiran kami. Saya dilahirkan prematur dan tidak sempurna alias cacat, tetapi dengan kasih karunia-Nya, Tuhan memulihkan saya secara utuh. Saya bukanlah orang yang memiliki IQ yang tinggi karena ketika masih Sekolah Dasar beberapa kali naik kelas, karena belas kasihan, alias naik kelas dengan status percobaan. Artinya jika tidak bisa mengikuti pelajaran akan turun kelas.
Namun dibalik semua kelemahan saya itu, Allah memberikan anugerah yang luar biasa bagi saya. Bukan hanya kaki saya yang cacat disembuhkan, tetapi saya juga diberi kesempatan untuk menyelesaikan pendidikan saya pada salah satu perguruan tinggi terbaik di Indonesia, dan punya kesempatan menyelesaikan pendidikan S-2 di luar negeri. Orang yang seperti saya ini yang menurut penilaian umum pada masa kecil saya tidak termasuk dalam hitungan, telah menginjakkan kaki ke berbagai negara, dan dilayakkan Tuhan untuk melayani Dia. Ini merupakan anugerah yang luar biasa.
Saya juga teringat dengan kisah luar biasa dari Bill Cutts. Bill Cutts yang terpaksa ditarik keluar dari kandungan untuk menyelamatkan ibunya, ternyata masih memiliki nafas, sekalipun tubuhnya babak belur dan mata kanannya terlepas. Sekalipun Bill Cutts lahir cacat dan baru usia empat tahun baru belajar berjalan, tetapi Allah memilih dia untuk melayani di pedalaman Irian jaya yang penuh tantangan. Selama 35 tahun dia mengabdikan hidupnya untuk melayani suku Moni.
Don Ricardson menggambarkan Bill yang lemah dengan berkata, “Dalam hikmat Allah, Bill Cutts mampu! Dalam kasih Allah, Bill Cutts melakukannya! Dalam kasih karunia Allah, Bill Cutts berhasil! Saya pikir inilah yang dimaksud Paulus dalam ayat 31, ketika dia berkata, “Barangsiapa yang bermegah, hendaklah ia bermegah di dalam Tuhan.” Jika kita menyadari siapa diri kita, maka tidak ada seorangpun diantara kita yang mau memegahkan diri dihadapan Tuhan, karena semua yang kita miliki, yang kita terima, yang kita lakukan dan yang kita dapatkan, semata-mata hanya karena kasih karunia Tuhan. Karena itu, marilah kita bermegah di dalam Tuhan. Marilah kita bersukacita di dalam Tuhan.

By : ” Buku Kehidupan Kristiani
dalam Dunia yang Rusak
(Christianity in Corrupt World)”

Back to the Bible Indonesia

Leave a Reply

You must be logged in to post a comment.