Close

Not a member yet? Register now and get started.

lock and key

Sign in to your account.

Account Login

Forgot your password?

KONSEP PERNIKAHAN KRISTEN-1 1 Korintus 7:1-9

10 Apr Posted by in Uncategorized | Comments

Salah satu masalah yang sering kita hadapi dewasa ini adalah masalah rumah-tangga atau masalah hubungan suami-isteri. Dapat kita katakan bahwa hampir semua orang yang telah menikah pernah memiliki masalah dalam pernikahan, walaupun bobot masalahnya berbeda. Namun tidak jarang kita mendengar, akibat masalah yang dihadapi, harus berakhir dengan perceraian. Bahkan ada beberapa orang yang takut menikah, karena khawatir bahwa pernikahan mereka akan gagal.
Melalui 1 Korintus 7:1-9, kita akan belajar beberapa hal mengenai konsep pernikahan kristiani. Melalui pembahasan ini saya berharap, kita semakin memahami makna pernikahan yang sesungguhnya. Mari kita perhatikan 1 Korintus 7:1-9 yang berkata, “Dan sekarang tentang hal-hal yang kamu tuliskan kepadaku. Adalah baik bagi laki-laki, kalau ia tidak kawin, tetapi mengingat bahaya percabulan, baiklah setiap laki-laki mempunyai isterinya sendiri dan setiap perempuan mempunyai suaminya sendiri. Hendaklah suami memenuhi kewajibannya terhadap isterinya, demikian pula isteri terhadap suaminya. Isteri tidak berkuasa atas tubuhnya sendiri, tetapi suaminya, demikian pula suami tidak berkuasa atas tubuhnya sendiri, tetapi isterinya. Janganlah kamu saling menjauhi, kecuali dengan persetujuan bersama untuk sementara waktu, supaya kamu mendapat kesempatan untuk berdoa. Sesudah itu hendaklah kamu kembali hidup bersama-sama, supaya Iblis jangan menggodai kamu, karena kamu tidak tahan bertarak. Hal ini kukatakan kepadamu sebagai kelonggaran, bukan sebagai perintah. Namun demikian alangkah baiknya, kalau semua orang seperti aku; tetapi setiap orang menerima dari Allah karunianya yang khas, yang seorang karunia ini, yang lain karunia itu. Tetapi kepada orang-orang yang tidak kawin dan kepada janda-janda aku anjurkan, supaya baiklah mereka tinggal dalam keadaan seperti aku. Tetapi kalau mereka tidak dapat menguasai diri, baiklah mereka kawin. Sebab lebih baik kawin dari pada hangus karena hawa nafsu.”
Kalau kita memperhatikan ayat 1, kita akan mengetahui bahwa Paulus membahas masalah pernikahan dalam suratnya kepada jemaat di Korintus, karena jemaat di Korintus menuliskan surat kepada Paulus yang mengatakan bahwa merupakan hal yang baik bagi seorang pria untuk tidak menikah. Dalam nats ini tidak dikatakan lebih baik tetapi merupakan hal yang baik. Paulus setuju dengan pendapat orang-orang Kristen yang ada di Korintus, namun mengingat bahaya percabulan, maka Paulus menganjurkan supaya baik pria maupun wanita menikah. Kalau kita memperhatikan ayat 7, Paulus mengatakan bahwa memang merupakan hal yang baik, jika setiap orang seperti Paulus, tetapi harus diingat bahwa setiap orang memiliki karunia yang unik.
Apa yang hendak dijelaskan oleh Paulus adalah bahwa baik menikah maupun tidak menikah, keduanya merupakan hal yang baik. Orang yang menikah memiliki kebahagiaan tersendiri demikian juga dengan orang yang tidak menikah. Orang yang menikah memiliki masalah tersendiri, demikian juga orang yang tidak menikah. Baik orang yang menikah maupun orang yang lajang, sama-sama memiliki suka dan duka. Kedua-duanya memiliki kebahagiaan dan perjuangan masing-masing. Baik yang menikah ataupun tidak menikah, kedua-duanya sama dihadapan Allah. Sebagaimana pernikahan bukanlah tanda kesempurnaan, demikian juga orang yang tidak menikah, bukanlah sebuah aib. Jika kita memahami hal ini, khususnya bagi Anda yang masih sendiri, Anda akan berpikir lebih matang untuk memutuskan apakah akan menikah atau tidak.
Sekarang mari kita perhatikan bagi orang yang telah menikah. Dalam ayat 3 dikatakan bahwa baik suami maupun isteri, harus memenuhi kewajibannya. Banyak orang yang mengartikan ini dalam pengertian yang sempit. Tidak sedikit orang yang menafsirkan ini hanya sebatas masalah seks. Namun kalau kita perhatikan dalam terjemahan lain, maupun dalam bahasa Yunani, maka ayat 3 ini memiliki pengertian yang luas.
Dalam terjemahan NRSV dikatakan, “The husband should give to his wife her conjugal rights,..” yang berarti bahwa seorang suami harus memberikan hak-hak yang menjadi milik isteri yang berkaitan dengan pernikahan atau sebagai konsekwensi logis dari pernikahan. Sementara dalam terjemahan KJV dikatakan, “Let the husband render unto the wife due benevolence” yang berarti bahwa suami harus memperlakukan isterinya dengan penuh kebaikan dan penuh kebajikan. Dan dalam terjemahan NIV dikatakan, “The husband should fulfill his marital duty to his wife,..” yaitu bahwa suami harus memenuhi tugas dan tanggungjawabnya terhadap isteri, sebagai konsekwensi logis dari pernikahan. Dan kalau kita memperhatikan bahasa Yunani digunakan kata Eunoia yang berarti kewajiban, tanggungjawab, perbuatan baik, serta kebajikan.
Setelah kita memperhatikan beberapa versi terjemahan dan melihat bahasa Yunaninya, maka kita dapat memahami bahwa yang dimaksud oleh Paulus dalam ayat 3 ini adalah bahwa baik suami maupun isteri harus memenuhi kewajibannya sebagai konsekwensi logis dari pernikahan itu sendiri. Kewajiban ini dilakukan dengan penuh rasa tanggungjawab, penuh kebaikan dan penuh kebajikan.
Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah apa saja kewajiban suami dan apa saja kewajiban isteri dalam pernikahan? Baik suami maupun isteri berkewajiban untuk memelihara cinta mereka terhadap pasangannya. Jika salah seorang mengabaikan hal ini, maka pernikahan itu akan menjadi kering. Jika suami tidak memelihara cintanya kepada isterinya, maka ada kemungkinan cintanya itu akan beralih ke yang lain. Demikian juga dengan isteri harus melakukan hal yang sama. Itulah sebabnya saya selalu menganjurkan kepada setiap suami-isteri supaya mereka selalu memberikan setetes cinta setiap hari. Berikan pujian dan penghargaan. Jauhkan kritikan serta kata-kata yang kasar. Bukan untuk itu Anda menikah dengan orang yang Anda kasihi. Saya memperhatikan begitu banyak orang ketika berpacaran sangat romantis, tetapi setelah menikah menjadi beku bagaikan es di kutub utara. Ketika berpacaran bergandengan tangan, setelah menikah mengambil langkah masing-masing.
Masih banyak tanggungjawab suami maupun isteri yang harus dipenuhi dalam pernikahan. Suami bertanggungjawab untuk mencari nafkah, memberikan perlindungan dan rasa nyaman, bukannya menimbulkan perasaan takut bahkan trauma terhadap isteri. Seorang isteri juga bertanggungjawab memberikan rasa hormat dan kasih sayang terhadap suami. Sekalipun suami Anda mungkin hanya seorang kondektur dan bukan direktur, dia berhak menerima rasa hormat dari Anda. Seandainya tidak ada seorangpun yang menaruh rasa hormat terhadap suami Anda, maka Anda berkewajiban menghormati dia. Tidak sedikit isteri yang tidak menaruh rasa hormat terhadap suaminya, dan inipun sering menjadi sumber masalah dalam pernikahan.
Sekarang mari kita lanjutkan ke ayat 4 yang mengatakan bahwa isteri tidak berkuasa atas tubuhnya sendiri, tetapi suaminya dan demikian pula sebaliknya. Hal inipun sering disalah mengerti dan disalah gunakan oleh kedua belah pihak. Nats ini tidak pernah mengajarkan bahwa suami bisa bertindak sesuka hati terhadap isterinya, karena isterinya merupakan miliknya dan isterinya tidak berkuasa atas tubuhnya sendiri. Mari kita perhatikan terjemahan NIV yang berkata, “The wife’s body does not belong to her alone but also to her husband.” Yang berarti bahwa tubuh isteri bukan miliknya sendiri tetapi juga merupakan milik suaminya, demikian juga sebaliknya.
Sedikitnya ada dua hal yang hendak diajarkan oleh nats ini. Yang pertama adalah tubuh isteri bukan miliknya sendiri tetapi milik berdua. Tubuh suami bukan milik sendiri tetapi milik berdua. Ini berbicara tentang kesatuan tubuh. Ketika seorang pria menikah dengan seorang wanita mereka menjadi satu tubuh. Tubuh mereka menjadi milik bersama. Inilah yang dimaksud dengan satu tubuh, bukan dalam pengertian bahwa tubuh yang kita lihat itu menjadi satu, karena fakta menunjukkan bahwa tubuh itu tetap dua. Tetapi kesatuan tubuh berarti saling memiliki, saling merasakan dan saling memelihara. Jika suami merasa sakit maka istri juga akan merasakan hal yang sama. Jika isteri menderita, maka suami juga akan merasakan penderitaan itu. Karena mereka satu tubuh, maka seorang suami tidak rela melihat jika ada orang yang mencoba menyakiti isterinya. Seorang suami akan pasang badan dan mempertaruhkan hidupnya, jika ada orang yang mengganggu isterinya. Inilah yang dimaksud dengan satu tubuh.
Pengertian yang kedua adalah, ketika Paulus mengatakan bahwa seorang istri tidak berkuasa atas tubuhnya tetapi suaminya dan sebaliknya, hal ini juga berarti bahwa sejak mereka menikah, kedua belah pihak tidak memiliki kuasa memberikan atau menyerahkan tubuhnya kepada orang lain yang bukan suami atau isterinya. Hal ini berarti bahwa konsep poligami sangat ditentang dalam pernikahan.
Sejak seorang pria menikah, dia tidak memiliki hak atau kuasa untuk menyerahkan tubuhnya kepada wanita lain, karena tubuhnya itu sudah menjadi milik isterinya. Ketika seorang gadis menikah, maka dia tidak berhak atau berkuasa untuk menyerahkan tubuhnya kepada orang lain kecuali pada suaminya. Jika kita memahami konsep-konsep yang mendasar ini, maka pernikahan yang akan kita bangun akan menjadi kokoh. Rencana Allah bagi pernikahan Anda adalah keluarga yang bahagia, dan Anda memiliki tanggungjawab untuk mewujudkannya.

By : ” Buku Kehidupan Kristiani
dalam Dunia yang Rusak
(Christianity in Corrupt World)”

Leave a Reply

You must be logged in to post a comment.